Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

Rabu, 17 Desember 2008

Sekolah sebagai Tempat Pencerdasan Anak Bangsa

Pada bahasan yang lalu kita telah membahas tentang pendidikan keluarga. Setelah pendidikan setelah keluarga kita akan menghadapi pendidikan sekolah. Di lihat dari posisinya, pendidikan sekolah berada diantara pendidikan keluarga dan pendidikan masyarakat. Posisi demikian mengandung arti bahawa pendidikan sekolah berperan sebagai penyebar, pencerdasan, dan penerapan nilai budaya (transmission ) nilai-nilai cultural (spiritual kemanusian) yang telah membenih didalam kehidupan keluarga ke dalam kedalam setiap aspek hidup dan kehidupan.

Artinya bahwa peran pendidikan sekolah wajib mengolah benih nilai moral-spritual kemanusian dari keluarga menjadi kecerdasan intelektual. Adapun kecerdasan intelektual mengandung isi nilai kebenaran yang bersifat rasional, logika dan empirical. Menurut berbagai pendapat bahwa orang terdidik yang cerdas daya inelektualnya (educated person). Orang terdidik berarti ahli, menguasai suatu bidang studi (competent), mempunyai daya kreativitas dan inisiatif dengan kemampuan mengembangkan asumsi-asumsi dan pendapat-pendapat untuk kemudian disusun menjadi sebuah teori yang benar dalam lingkup bidang studinya.

Teori yang benar adalah terukur atau ada indikator baik secara rasional maupun empiric. Oleh sebab itu, ilmuwan bukan hanya ahli menyusun teori saja, tapi juga harus mampu dan mau mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Itu berarti ilmuwan dituntut untuk menjalankan suatu sikap dan perilaku ilmiah (sesuai dengan teori keilmuwannya itu). Sikap dan perilaku ilmiah secara konkret dapat berwujud dalam perilaku jujur dan adil. Itulah sebabnya mengapa ilmuwan juga dituntut untuk cakap (capable) dan terampil (skillful) dalam mengamalkan ilmunya didalam kehidupan sehari-hari. Jika setiap ilmuwan bersikap dan berperilaku ilmiah, diharapkan mereka menjadi model percontohan bagi masyarakat luas.

Perlu kiranya bagaimana lembaga pendidikan sekolah mengelola system pembelajaran untuk membangun sumber daya manusia yang cerdas intelektual, ilmiah, yaitu ahli dalam bidangnya, cakap, terampil, mandiri, kereatif, berbudi pekerti luhur dan jujur atau adil dalam bersikap dan berperilaku. Untuk mencapai sasaran itu, sedikitnya dua hal yang harus dipersiapkan, yaitu materi pem-belajaran dan pengelolaanya.

Pertama, materi pembelajaran perlu diorganisasikan da-lam bentuk kurikulum, dan disusun secara berjenjang me-nurut sasaran-sasaran konkret. Pengorganisasian kurikulum disusun berdsarkan pada sistem penjenjangan pendidikan sekolah, yaitu pendidikan dasar (9 tahun), menengah (3 tahun), dan pendidikan tinggi (4 tahun). Untuk jenjang pendidikan dasar, organisasi kurikulum disusun dengan sasaran utama pembinaan keterampilan hidup (life skil).

Cakup materi pembelajaran yang dominant pada muatan lokal merupakan intisari dari potensi lingkung-an sosial budaya dan lingkungan alam daerah setempat. Untuk jenjang pendidikan menengah, sasaran utamanya adalah pembinaan kecakapan hidup (life ability). Cakupan materi pem-belajaran tetap dominan pada muatan lokal, tapi perlu diperluas. Sedangkan kurikulum pendidikan tinggi sasaran utamanya adalah pembinaan kecerdasan hidup (life educated). Cakupan materi pembelajaran dominan pada muatan nasional bahkan internasional.

Kedua, sistem organisasi administrasi manajemen pendidikan perlu direkonstruksi, dengan lebih melibatkan potensi masyarakat. Artinya, pengelolaan pendidikan sekolah dilakukan bersama antara sekolah dan masyarakat. Pemerintah, dalam hal ini Departemen pendidikan, berperan sebagai fasilitator dan tidak perlu campur tangan terlalu jauh.

Pengelolaan pendidikan dikembalikan kepada sekolah itu sendiri, dengan sistim otonomi sekolah. Untuk itu, organisasi “Komite Sekolah” perlu disusun kembali berdasarkan pada filosofi bahwa pendidikan sekolah adalah institusi sosial, dari masyarakat, oleh, dan untuk masyarakat. Oleh sebab itu, komite sekolah perlu dilibatkan dalam segala usaha peningkatan mutu pendidikan, misalnya kepengawasan dalam batas tertentu dan khususnya masalah penghimpunan biaya pendidikan.

Kemudian, manajemen pembelajaran perlu diper-baharui pola dasarnya dengan orientasi sentral pada subjek pembelajar (student centred orientation). Model pola pembelajaran demikian diharapkan dapat memerankan pembelajaran secara aktif, sehingga potensi kreativitas dapat dieksplorasi secara optimum. Untuk itu, diperlukan pembimbing atau guru yang kompeten dan sistem administrasi manajemen pendidikan yang demokratik-partisipatif. Di samping itu, untuk menunjang kelancaran belajar, perlu ketersediaan sarana yang memadai.

Jika organisasi kurikulum dan system manajemen pembelajaran tersebut dapat diselenggarakan, diharapkan dapat dihasilkan luaran yang berkualitas dalam hal kecerdasan intelektual, kecerdasan sikap, dan kecerdasan perilakunya. Secara akumulatif, kualitas luaran dimaksud adalah pribadi terdidik yang cerdas, cakap, terampil, mandiri, dan memiliki daya kreativitas tinggi untuk pembaruan kehidupan masyarakatnya.

GURU YANG SEJAHTERA DAN PROFESIONAL AKAN

MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN

Guru dan Filsafat

FILSAFAT menurut pakar merupakan ilmu yang paling tertua dibandingakn dengan ilmu pengetahuan lainnya. Sehingga mereka menyebut bahwa Filsafat adalah induk dari semua ilmu-ilmu pengetahuand di muka bumi ini.

Untuk lebih mendalami dunia Filsafat ini ada baiknya kita bicarakan Filsafat secara etimologis berarti “cinta kearifan”. Mencintai kearifan berarti mendambakan kehidupan yang diliputi dengan sikap dan perilaku adil. Kehidupan yang berkeadilan adalah kehidupan yang harmonis dan penuh dengan kebahagian. Kehidupan demikian adalah kehidupan dinamis; kehidupan kreatif untuk pertumbuhan dan perkembangan ke arah masa depan yang lebih baik.

Selanjutnya, menurut obyek penyelidikanya, Filsafat adalah bidang studi yang mempersoalkan hakikat segala sesuatu yang ada. Apakah yang ada itu secara kuantitatif tunggal atau plural, berada dalam realitas abstrak atau konkret. Apakah yang ada itu bersifat mutlak dan tetap atau relatif dan berubah ubah.

Terhadap pertayaan itu, Filsafat mengakui bahwa menurut subtansinya, yang ada itu tunggal, berada di tingkat abstrak, bersifat mutlak dan tidak mengalami perubahan. Sedangkan menurut eksistensinya, yang ada itu plural, berada di tingkat konkret, bersifat relatif dan mengalami perubahan terus- menerus.

Jadi, segala sesuatu yang ada di dunia pengalaman itu berasal mula dari satu substansi. Persoalan yang muncul adalah bagaimana menyikapi segala pluralitasini agar tidak terjadi benturan antara satu dengan lainnya? Misalnya, pluralitas jenis, sifat dan bentuk manusia, binatang, tumbuhan, dan badan-badan benda berasal dari satu substansi.

Apakah yang seharusnya dilakukan agar antara manusia satu dengan yang lainnya tidak saling berbenturan kepentingan, sehinngga bisa mengancam keteraturan sosial dan ketertiban dunia?

Jawaban terhadapan persoalan di atas adalah manusia harus bersikap dan berprilaku adil terhadap diri sendiri, maysarat, dan terhadap alam. Agar bisa berbuat demkian, manusia harus berusaha mendapat pngetahuan yang benar mengenai keberadaan segala sesuatu yang ada ini, dari mana asalnya, bagaimana keberadaannya, dan apakah yang menjadi tujuan akhir kaberadan tersebut. Untuk itu, manusia harus mendidik diri sendiri dan sesamanya secara terus menerus.

Bertolak dari pemikiran Filsafat tersebut, pendidikan muncul dan melalui sesuatu. Manusia mulai mencoba untuk mendidik diri sendiri dan sesamanya, dengan sasaran menumbuhkan kesadaran terhadap eksitensi kehidupan ini.

Dalam hal ini, kegiatan pendidikan ditekankan pada materi yang berisi tentang pengetahuan umum berupa wawasan asal mula, eksistensi dan tujuan kehidupan. Kesadaran terhadap asal mula dan tujuan kehidupan adalah landasan dasar bagi perilaku sehari-hari, sehingga semua kegiatan eksistensi kehidupan ini selalu bergerak teratur menuju satu titik juan akhir.

Berdasrkan Filsafat, pendidikan berkepentingan untuk membangun Filsafat hidup agar bisa di jadikan pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari, dan untuk selanjutnya, kehidupan sehari-hari tersebut selalu dalam keteraturan. Jadi, terhadap pendidikan,Filsafat memberikan sumbangan berupa kesadarn menyeluruh tentang asal mula, eksistensi, dan tujuan kehidupan manusia.

Tanpa Filsafat, pendidikan tidak bisa berbuat apa-apa, dan tidak tahu apakah yang harus dikerjakan. Sebaliknya, tanpa pendidikan, Filsafat tetap berada didalam dunia utopianya.

Oleh karena itulah, sebagai seorang guru harus memahami dan mendalami Filsafat khususnya Filsafat pendidikan. Melalui Filsafat pendidikan guru memahami hakiki dari pada pendidikan itu, dan pendidikan dapat dikembangkan melalui Falsafat ontolofi, epistimologi dan aksiologi.

Apa sebenarnya filosofi pendidikan dan bagaimana penerapannyaserta apa dampak dari pendidikan?. Itu harus diketahui oleh guru, karena pendidikan itu sendiri bagian yang tidak terpisahkan bagi setiap manusia, termasuk guru di dalamnya. Pendidikan dalam arti sempit maupun luas, dan ini sudah kita uraikan pada tulisan sebelumnya.

Jadi, sebagai seorang guru harus mempelajari filsafat pendidikan, karena dengan memahami dan memaknai filsafat itu, akan dapat memberikan wawasan dan pemikiran yang luas terhadap makna dari pendidikan itu sendiri. Filsafat pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan Filsafat lainnya,misalnya Filsafat Hukum, Filsafat Agama, Filsafat Kebudayaan, dan filsafat lainnya.

Guru sebagai Revolusier

PSIKOLOG pendidikan, Muhibbin Syah (1995) menjelaskan, dalam mengolah proses belajar mengajar guru tidak hanya berorientasi pada kecakapan-kecakapan yang berdimensi ranah cipta (kognitif), tetapi kecakapan yang berdimensi ranah rasa (afektif) dan ranah karsa sebagai keterampilan hidup (psikomotorik). Sebab, dalam perspektif psikologi pendidikan, mengajar pada prinsipnya berarti proses perbuatan seseorang (guru) yang membuat orang lain (siswa) belajar, dalam arti mengubah seluruh dimensi perilakunya. Perilaku ini meliputi tingkah laku yang bersifat terbuka seperti keterampilan membaca (ranah karsa), juga yang bersifat tertutup seperti berpikir (ranah cipta), dan berperasaan (ranah rasa).

Sejalan dengan apa yang disebutkan diatas, bahwa keberhasilan seseoarang dalam hal ini anak didik dalam pembelajaran ditentukan oleh tiga ranah, Benyamin Bloom menyebutnya ranah kognitif, artinya seseorang anak anak didik setelah mempelajari sesuatu harus memiliki pengetahuaan. Pengetahuaan yang diperolehnya sebelumnya tidak ketahuinya, dan anak didik belum mengetahui apa-apa sebelum diajarkan oleh guru.

Setelah diajarkan oleh guru, maka barulah anak didik memperoleh pengetahuaan, dan pengetahuaan tersebut akan menambah wawasan dan daya intelektualnya,sehingga apa yang dijelaskan oleh guru, maka anak didik mampu pula menjelaskannya, dan disinilah terjadinya proses pembelajaran. Demikian pula dengan ranah affeikti, artinya setelah terjadinya proses pembelajaran, maka terjadi sebuah perubahan perilaku bagi anak didik.

Dari pengetahuaan yang diperolehnya dari suatu pembelajaran akan berdampak terhadap perubahan pribadi anak didik, katakanlah semua anak didik tidak mengetahui bahwa malas belajar soal biasa, akan tetapi setelah melalui proses pembelajaran dan anak mengetahui bahwa malas akan berdampak luas terhadap masa depannya.

Dari sinilah terjadi perubahan perilaku anak didik, dan ini dapat diketahui setelah terjadi proses pembelajaran baik dikelas maupun diluar kelas. Hal sama juga berlaku untuk ranah psikomotor, artinya anak didik mampu dan terampil melakukan sesuatu yang diperolehnya dari suatu proses pembelajaran yang berdampak dari pengetahuan dan perubahan perilaku, seorang anak didik mamapu melakukan dan uji kebolehan dalam proses pambelajaran. Katakanlah bilamana anak didik memperoleh pengetahuan tentang dampak malas dalam belajar, maka seseorang anak didik menjadi rajin dalam belajar, dan ini dilakukan dengan mengunjungi perpustakaan, dan memberikan pengetahuan ini kepada teman lainnya, dan si anak mampu dan terampil menggunakan berbagai perangkat yang berkenaan dengan apa yang sudah dipelajarinya.

Menjadi sebuah karakteristik yang berkaitan dengan keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya meliputi fleksibilitas kognitif dan keterbukaan psikologi Fleksibilitas kognitif (keluwesan ranah cipta) merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan memadai dalam situasi tertentu.

Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan keterbukaan berpikir dan beradaptasi.Ia juga memiliki resistensi (daya tahan) terhadap ketertutupan ranah cipta yang premature (terlampau dini) dalam pengamatan dan pengenalan. Ia selalu berpikir kritis dan selalu menggunakan pertimbangan akal sehat yang dipusatkan pada pengambilan keputusan untuk mempercayai atau mengingkari sesuatu dan melakukan atau menghindari sesuatu.

Guru yang terbuka secara psikologis biasanya ditandai dengan kesedian yang relatif tinggi untuk mengkomunikasikan dirinya dengan faktor-faktor ekstern antara lain, siswa, teman sejawat, dan lingkungan pendidikan tempat bekerja. Ia mau menerima kritik dengan iklas.

Ia juga memiliki empati (empati), yakni respon afektif terhadap pengalaman emosional dan perasaan orang lain.Itulah diantaranya yang harus dilakukan guru sekarang ini. Jika guru segera bangun dan menanamkan profesionalisme yang tepat dan benar, insya Allah cibiran sebagai masyarakat kelas dua akan sima.

Pengabdian akan mendapat kepuasan dengan hasil kemajuan siswa sesuai harapan.Peningkatan kesejahteraan penghidupan pun akan merangkak tanpa perlu bergantung pada pihak lain.

Pada aspek sosial masyarakat, guru juga berfungsi sebagai pananam nilai-nilai budaya yang tercipta dalam masyarakat. Guru mempunyai andil besar dalam melestarikan kebudayaan (culture) yang menjadi tatanan nilai dan identitas social.

Oleh karena itu, peran guru sangatlah komplek, begitu juga tantangan guru untuk senantiasa mepertahankan eksistensi profesionalitas mereka sangat berat dan komleks pula. Kondisi dan profesi guru yang sekarang sudah tidak lagi dianggap sebagai hal yang prestise dan membanggakan, bahkan guru sekarang dianggap sebagai posisi yang kecil dan termarjinarlkan perlu dikembalikan seperti kondisi terdahulu, dimana guru merupakan orang yang didahulukan selangkah ditinggikan setingkat , dan dimuliakan masyarakat.

Minggu, 14 Desember 2008

Kini Mesin Sudah Menggantikan Tenaga Manusia

Budaya prosedur ilmiah menjadikan ilmu pengetahuan menjadi birokrasi intelektual, sosial dan politik yang besar, yang sukar ditandingi. Kalaupun memang prosedur ilmiah sudah tidak relevan lagi sebagai metode sains, mungkin harus ada metode baru yang tentunya berimplikasi pada defenisi atau pengertian ilmu pengetahuan, biar jelas sesuatu itu dapat dikatakan sains, rasional, dan ilmiah atau mungkin dikatakan yang lain. Lantas berapa pertanyaan yang belum terjawab deangan pasti seperti bagaimana alam sesta bermula, asal-usul kehidupan, asal-usul seks, asal-ususl kesadaran, superstring, adanya kehidupan diluar bumi (alien), pengkombinasian zat kimia yang bisa bereproduksi dan mengembangkan kondisi prakehidupan yang rasional, sesuatu yang tidak hancur ketika bisa bergerak melebihi kecepatan cahaya, mistery metafisika, pembuatan cadangan ozon, keluar dari demensi ruang dan waktu, Chaitin mengatakan jika kita dapat menjelaskan mengapa kita menua mungkin kita bisa mengetahui bagaimana menghentikannya semua mistery tersebut sulit untuk terungkap, apalagi hanya dengan sebuah prosedur atau metode ilmiah. Ilmu pengetahuan , kata stent menghadapi batas-batas fisik, sosial dan kognitif. Ilmu pengetahuan tidak akan mampu menembus wilayah pengalaman subjektif, tingkah laku manusia tidak bisa didefinisikan oleh model ilmiah atau matematis apapun, seperti kapan kita ngopi dan tempatnya dimana adalah hal subjektif manusia. Einstein mengakui bahwa fisika sendiri tidak bisa menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan nilai, makna, dan fenomena subjektif lainnya. Keterbatasan ilmu pengetahuan atas objek inilah yang membuat ilmuwan kehabisan tenaga untuk menemukan hal ilmiah baru. Saking jengkelnya beberapa ilmuwan menyatakan bahwa sebenarnya sekarang ini banyak ilmuwan yang lebih jenius dari Newton dan Einstein, namun karena mereka tidak sezaman maka banyak yang kebingungan dengan pencarian temuan sains yang baru. Andaikan Newton dan Einstein hidup dalam zaman sekarang mungkin dia juga akan merasakan hal yang sama dengan ilmuwan-ilmuwan apatis apologetic lainnya. Jadi ilmu pengetahuan tidak mati dalam arti ketiadaan, tapi hidup dengan cara ironis atau dengan cara fatalistic. Ilmu pengetahuan akan dicampuradukan sehingga kehilangan jatidirinya, seperti yang dilakukan Nietze, Heidegger, Feyrabend, dan Deluze. Sains tidak lagi dapat dibedakan dengan sastra, seni, puisi, atau agama. Ilmu pengetahuan tidak dilihat dalam objektivitas, epistem dan validitas kebenarannya, tapi pesona, retorika, dan keindahannya. Ketika manusia sudah sampai pada batasnya, Hans moravec, Dyson, dan Marvin Minsky yakin bahwa masa depan berada di tangan mesin-mesin, teknologi computer telah berkembang sedemikian pesatnya dan sampai saat ini belum ada tanda-tanda kemadegannya. Computer dengan kecerdasan artifisialnya, memandang bahwa kesadaran adalah memori jangka pendek, memori computer jauh lebih kuat menahan tumpukan masalah (pemrosesan) dari pada memori manusia. Dengan berkembangnya ilmu mesin maka pekerjaan manusia sedikit demi sedikit akan digantikan olehnya, perusahan-perusahan akan lebih memilih robot untuk bekerja dari pada manusia yang sering mengacaukan. Sekarang manusia sudah cendrung menjadi mesin dan sebaliknya mesin akan menggantikan manusia. Kumputer mungkin atau pasti akan mempercepat akhir dari ilmu pengetahuan empiris. Ilmuwan akhir-akhir ini kehabisan bahan empiris, mereka mempunyai kecendrungan untuk menciptakan fiksi ilmiah (superstring, kesadaran, dll) maka sains akan mandeg dan kecerdasan ada di tangan mesin. Benarkah masa depan ilmu pengetahuan akan dilanjutkan oleh mesin?Dan akankah ilmu pengetahuan mesin berbeda secara signifikan dengan ilmu pengetahuan manusia? Makanya lihat film matrix dulu. Namun apa yang terjadi dengan riwayat kecerdasan artificial yang telah dikalahkan manusia dalam pertandingan catur antara Gary Kasparov (juara catur dunia) melawan “Deep Blue” computer yang berkekuatan hebat, dibuat oleh programmer catur terbaik di dunia dengan 32 prosesor parallel yang mampu menguji 200 juta posisi perdetik. Semula Deep Blue menang dalam pertandingan pertama dan berakhir dengan kemenangan Gary Kasparov 4-2. Jika Moster silikon ini tidak bisa mengalahkan seseorang manusia dalam permainan catur, lalu bagaimana dengan harapan bahwa komputer akan bisa meniru bakat manusia yang lebih hebat, seperti mengenali kekasih, melakukan demonstrasi, mengakali mahasiswa, dan membuat virus. Hehe…inilah mimpi buruk Marvin Minsky dan kawan-kawannya. Terakhir, Horgan dengan tidak kepastian tujuannya yakin bahwa buku the end of science nya bukan sekedar dari meniru buku the end of……yang lain. Dan apakah akhir sains adalah anti-sains? Merupakan kekhawatiran sejumlah ilmuwam atas istilah yang lebih tajam yang mereka lukiskan sebagai kebangkitan irasionalitas dan permusuhan. Bisa jadi ini dijadikan doktrin para fundamentalism agama, filosof postmoderm, dan ilmuwan ironis untuk menyebarkan ajaran sesatnya, yaitu paradigma anti ilmu pengetahuan.

Perkembangan Nuklir, Dapat Ancam Perdamaian Dunia

BERBAGAI cabang sains (fisika, kimia, biologi, filsafat, dan lain-lain) pada hakekatnya mempunyai batas-batas yang jelas dan sementara ini telah kabur, fisika partikel, setelah diemukan quart (partikel yang membentuk proton dan neutron) tidak ada lagi objek penelititan fisika partikel, akhirnya ilmuwan hanya meneliti tentang estetika partikel dalam teori fractal (Benoit Mandelbrot). Biologi , setelah ditemukannya RNA (sebagai molekul berserat tunggal) yang bersama DNA memproduksi protein, maka penelitian biologi hanya berkutat pada variasinya saja.

Beginilah, ilmu pengetahuan telah mati. Kamatian atau akhir secara ontologism dan epistemologis mempunyai beberapa makna, mati tidak hanya bermakna tidak ada lagi (ketiadaan), namun bisa jadi bermakna permulaan atau kelahiran baru. Dalam berbagai bidang, khususnya the end of sience, “ setidak-tidaknya mempunyai tiga makna; yang pertama adalah melampaui batas menuju titik ekstrim, dimana kecendrungan segala sesuatu berkembang kearah titik ekstrim yang berakhir menjadi petaka. Selanjutnya setiap sistem dan konsep telah kehilangan logikanya atau jati dirinya, melampau fungsi, tujuan , prinsip dan hakikatnya. Hal ini biasanya disebut fatalitas (pertumbuhan sekaligus penghancuran diri). Bisa kita rasakan teori atom atau nuklir yang berkembang sedemikian pesat telah mengancam perdamaian dunia, memicu perang yang dapat memporak-porandakan dunia. Rekayasa genetika ketika tumbuh dan berkembangse cara fatal, akan menciptakan terror virus biologi, penyakit binatang dan tumbuhan, maraknya cloning manusia, aborsi, atau bahkan jangan-jangan HIV / AIDS, flu burung, antrax, dll adalah merupakan produk hasil eksprimen laborarotium. Resiko lain adalah perang nuklir, perang biologi, perang kimia, kerusakan lapisan ozon, efek rumah kaca, keracunan oleh polusi, hantaman komet, pencarian es kutub secara ekstrem, Tsunami, dan penghancuran dunia lainnya. Selain hal di atas, kematian seni (the end of arttheory), terjadi ketika perkembangan teori seni sampai pada titik ekstrim sehingga dunia seni kontemporer (postmodern) melepaskan diri dari teori-teori besar seni yang membangun batas yang jelas antara seni –nonseni, sehingga batas-batas itu kabur / hilang yang menjadikan apapun bisa menjadi seni meski sebelumnya bukan seni. Tokoh Prinsip ekstrem yang paling terkenal adalah Paul Feyrabend dengan “anything goes” nya (apapun boleh).

Yang kedua adalah peleburan dan pencampuradukan, lenyapnya batas, kamatian keotentikan dan kemurnian berbagai entitas (social, ekonomi, sains, politik, agama, dll) karena telah terjadi proses pencampuran, peleburan, persilangan (trasn) di antaranya. Sehingga tidak ada yang pure agama, pure politik, pure fisika, dan lain-lain. Konsep imanensi yang seharusnya selalu berada didalam (imanen) sesuatu di luar dirinya (biasanya transenden ) dengan membongkar oposisi biner untuk membebaskan manusia dari transcendental murni, maka imanensi akan dilihat sebagai “imanensi untuk dirinya sendiri”bukan terhadap transenden, dengan demikian transenden yang biasanya lebih superior akan bercampur dengan imanen itu sendiri dan batas diantaranya pun hilang. Perselingkuhan lintas disiplinpun terjadi pada fisika, yang selama ini mempelajari prinsip-prinsip zat kini mempelajari tentang keindahan dan estetika zat. Sehingga tidak ada bedanya antara fisika dan satra. Filsafat, yang sebelumnya merupakan penjelejahan dalam upaya menemukan jawaban tentang ‘kebenaran’kini justru menggali keindahan kata-kata sehingga tidak ada bedanya antara filsafat dan puisi sebagaimana yang dilakukan Derriida.

Yang ketiga, kondisi tidak ada lagi objek ilmu pengetahuan itu sendiri, terbatasnya objek ini diperlihatkan semakin menurunya penemuan (discovery). Ditahun-tahun sekarang telah ditemukan setengah dari penemuan ilmiah, dan diperkirakan di tahun 2200 penemuan akan mencapai 90% dan setelah itu tidak akan ada lagi penemuan ilmiah. Fisika partikel telah berhasil menemukan quark (partikel terkecil) yang membentuk proton dan neutron. Biologi molekuler telah berhasil menemukan RNA dan DNA yang memproduksi protein sebagai bahan dasar kehidupan. Fisika kuantum telah sampai pada teori mekanika kuantum dan relativitas Einstein.

Matematika telah sampai pada bilangan imajiner, geometry non euclid, yang terakhir teori Mandelbrot tentang fractal. Kosmologi telah kehabisan peralatan untuk membuktikan teori big-bang. Neurosains telah kehabisan biaya dan pemikir untuk lebih lanjut menemukan hubungan kesadarn dengan otak fisik. Setelah semua itu akankah ilmu pengetahuan benar-benar telah berakhir? Atau mungkin berputar untuk kembali pada masa lalu, dunia mistik, khayal, baying-bayang dan imajinasi.

Mengingat ilmuwan masa kini sering membayangkan hal-hal yang irasional, kehidupan di luar bumi, penciptaan laboratorium kehidupan baru, fiksi ilmiah yang membayangkan makhluk luar angkasa datang ke bumi, robot dengan kecerdasan melebihi manusia, computer dengan insting dan kemampuan memory yang hebat, manusia super yang dapat hidup selamanya, dan teori superstring semuanya adalah imajinasi masa kini dan akan datang, yang artinya paradigma para ilmuwan sudah bergeser dari semestinya.